Pages

Wednesday, June 10, 2015

Reformasi

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan  penulisan makalah tentang “REFORMASI” ini.
Adapun penulisan  makalah yang berjudul “REFORMASI” yang berisi tentang bagaimana reformasi diindonesia terjadi ,tujuan serta mengapa reformasi bisa terjadi diindonesia yang berpengaruh kepada kehidupan berbangsa dan bernegara,telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan tulisan ini, terutama kepada orang tua penulis,serta dosen pembimbing mata kuliah Pend.Kewiraan dan Kewarganegaraan.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penulisan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka, penulis membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada penulis, sehingga penulis dapat memperbaiki tulisan ini.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga dari tulisan tentang REFORMASI ini dapat menjadi bahan pembelajaran serta menjadi bahan referensi pembaca.


Depok,  9 Juni  2015

Penulis,

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
            1.1
Latar Belakang
            1.2 Tujuan
BAB II REFORMASI
            2.1 Pengertian Reformasi
            2.2 Tujuan Reformasi
            2.3 Dampak Positif Dan Negatif Reformasi
            2.4 Syarat-Syarat Reformasi
            2.5 Hasil Reformasi
            2.6 Pandangan Pancasila Terhadap Reformasi Sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
BAB III PENUTUP
            3.1
Kesimpulan
            3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Tujuan reformasi tiada lain adalah untuk kesejahteraan rakyat. Namun selama 11 tahun pelaksnaan reformasi, kesejahteraan rakyat nyaris tidak berubah. Keberhasilan reformasi lembaga politik dan kebebasan berekspresi tidak disertai reformasi ekonomi sehingga belum mampu mengurangi kesenjangan sosial warisan Orde Baru.
Perubahan positif yang terjadi masih bersifrat prosedular, belum membawa perubahan secara substansial yang akhirnya serba paradosial. Demokrasi dan desentralisasi berjalan maju, perubahan UUD 1945 menuju living constitution yang dulu tabu kini dapat dilakukan. Tetapi, rakyat tetap tidak sejahtera. Reformasi yang terjadi juga tidak menguatkan nilai-nilai keutamaan dalam masyarakat. Kejujuran, kerja keras, semangat gotong royong, dan kebanggaan berbangsa justru semakin melemah.

1.2  Tujuan

Penting bagi kita mempelajari dan mengetahui latar belakang terjadinya reformasi serta mempelajari susunan-susunan masa revolusi pasca kemerdekaan Republik Indonesia.
 Karena banyaknya terjadi penyimpangan-penyimpangan penggunaan kekuasaan pada masa-masa tersebut sangat penting bagi kita untuk membahas dan mencari solusi bersama-sama dengan melihat dari sisi silam latar belakang negara.
Sebagai generasi muda kita harus mampu menciptakan pemikiran-pemikiran baru yang berguna sehinga dapat bermanfaat bagi kemajuan negara kedepanya.
 Penyelewengan-penyelewengan kekuasaan tidak hanya terjadi dimasa silam, saat ini pun kerap terdengar berbagai kasus korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan segelintir aparat pemerintahan disinilah peranan kita sebagai generasi penerus bangsa untuk menciptakan gagasan-gagasan baru dalam mencari solusi menghapus setiap tindakan penyelewengan-penyelewengan kekuasaan yang terjadi.


BAB II
REFORMASI

2.1  Pengertian Reformasi

Reformasi secara umum bararti perubahan terhadap suatu system yang telah ada pada suatu masa. Di Indonesia, kata Reformasi umumnya merujuk pada gerakan mahasiswa pada tahun1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharta atau era setelah Orde baru. Kendati demikan, Kata Reformasi sendiri pertama-tama muncul dari gerakan pembaruan di kalangan Gereja Kristen di Eropa Barat pada abad ke-16,yang dipimpin oleh Marti luther, Ulrich Zwingli, Yohanes Calvin, dll.

2.2  Tujuan Reformasi

Tujuan reformasi tiada lain adalah untuk kesejahteraan rakyat. Namun selama 11 tahun pelaksnaan reformasi, kesejahteraan rakyat nyaris tidak berubah. Keberhasilan reformasi lembaga politik dan kebebasan berekspresi tidak disertai reformasi ekonomi sehingga belum mampu mengurangi kesenjangan sosial warisan Orde Baru.
Perubahan positif yang terjadi masih bersifrat prosedular, belum membawa perubahan secara substansial yang akhirnya serba paradosial. Demokrasi dan desentralisasi berjalan maju, perubahan UUD 1945 menuju living constitution yang dulu tabu kini dapat dilakukan. Tetapi, rakyat tetap tidak sejahtera. Reformasi yang terjadi juga tidak menguatkan nilai-nilai keutamaan dalam masyarakat. Kejujuran, kerja keras, semangat gotong royong, dan kebanggaan berbangsa justru semakin melemah.
Menurut Budiman, Reformasi juga tidak merubah prilakupolitik para elite.Hal ini juga disebabkan karena tidak adanya perubahan pelaku politik akibat tidak adanyaperubahan pada struktur pemilik modal yang menyokong kebutuhan pelaku politik. Mentalis kekerasan yang menjadi warisan Orde Baru juga belum hilang. Kekerasan yang dulu dilakukan Negara sekarang justru merembet ke kelompok kepentingan masyarakat sebagai pelakunya.Commonwealth Life Perusahaan Asuransi Jiwa Terbaik Indonesia Menurut Rektor Universitas Indonesia Gumilar Rusliwa Somantri, di sebagian mahasiswa masih ada idealisme. Akan tetapi, cara memahami gerakan mahasiswa saat ini harus diletakan dalam situasi kekinian yang problemnya sangat kompleks.
Mahasiswa saat ini tidak hanya menghadapi problem iternal di Indonesia, tetapi persoalan global, resesi ekonomi di Amerika Serikat, juga menjadi problem riil yang dihadapi mahasiswa. Oleh karenanya mahasiswa perlu diajak menggunakan semangat mudanya untuk membangun gerakan nasional. Misalnya, gerakan penghematan energi dan penanaman pohon yang akan bermanfaat untuk perbaikan kualitas lingkungan.

2.3  Dampak Positif Dan Negatif Reformasi

Tanpa terasa bahwa usia reformasi sudah memasuki usia ke 11. Ditengah usianya tersebut ternyata reformasi memiliki dua dampak sekaligus.

a)      Dampak Positif
Yaitu reformasi telah menghasilkanmobilitas vertical, misalnya para politisi yang dapat memasuki kancah politik pasca reformasi. Kyai, ustadz, aktivis organisasi, dan kaum terpelajar kemudian memasuki kancah politik. Andaikan tidak ada reformasi, maka sangat tidak mungkinseorang aktivis organisasi, pengusuha, dan bahkankyai dapat menjadi bupati, gebernur apalagi menteri.

b)      Dampak Negatif
Yaitu reformasi telah menghasilkan banyak orang yang kemudian memasuki rumah tahanan (rutan), karena kesalahan yang dilakukannya. Rutan pun kemudian dimasuki oleh para terpelajar, kaum terdidik, para aktivis partai dan juga kaum birokrat. Seandainya tidak ada reformasi, maka juga kecil kemungkinan kyai, aktivis organisasi atau lainnya terjerat kasus politik seperti sekarang. Jadi reformasi bermata dua: positif dan negatif.

Reformasi memang menjadi arena berbagai tarikan kepentingan. Tarikan politik adalah yang paling menarik. Hingga saat ini pertarungan kepentingan begitu tampak menonjol. Dalam masa reformasi maka sudah terdapat beberapa kali pilihan umum. Benturan aturan pun juga tidak terhindarkan. Sebagai akibat reformasi di bidang hukum, maka berbagai gugatan tentang produk politik juga muncul luar biasa. Hal ini hampir tidak dijumpai di era Orde baru. Dalam sistem otoriter, maka nyaris tidak dimungkinkan adanya gugatan politik oleh partai politik yang kalah. Namun di era reformasi ini maka semuanya bisa melakukan gugatan hukum terhadap persoalan politik. Yang terakhir, pasca pilpres tentunya adalah gugatan terhadap keputusan KPU tentang penetapan daftar anggota legislatif terpilih. Ketika Mahkamah Agung membatalkan keputusan KPU tersebut maka pro-kontra pun terjadi. Bahkan juga sudah sampai tahapan saling mengancam akan mengerahkan massanya.

Negeri ini memang penuh paradoks. Anggota legislatif yang memiliki wewenang untuk melakukan legislasi, membuat aturan, kebijakan dan hal-hal lain yang terkait dengan perencanaan program pemerintah justru menjadi lembaga yang paling banyak disorot karena banyaknya kasus korupsi. Kasus P2SEM adalah cermin bagi semuanya bahwa ada sesuatu yang harus selalu dicermati terkait dengan program-program pembangunan. Makanya melakukan pengawasan anggaran menjadi sangat penting. Jika seperti ini, maka memberdayakan masyarakat untuk melek anggaran dan pentingnya transparansi anggaran dirasakan sebagai sesuatu yang sangat mendesak.
Oleh karena itu, agar didapati trust yang membudaya di masyarakat, maka semuanya harus bersia-sekata untuk melawan berbagai penyimpangan terutama yang terkait dengan program pemberdayaan masyarakat.

2.4  Syarat-Syarat Reformasi

1.      Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan. Masa pemerintahan Orde Baru banyak terjadi penyimpangan, misalnya asas kekeluargaan menjadi nepotisme, kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan semangat Pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945.
2.      Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas atau landasan ideologis tertentu (dalam hal ini Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia). Tanpa landasan ideologis yang jelas, maka gerakan reformasi akan mengarah pada anarkisme, disintegrasi bangsa, dan akhirnya jatuh pada suatu kehancuran bangsa dan negara Indonesia, sebagaimana yang terjadi di Uni Sovyet dan Yugoslavia.
3.      Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka structural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi. Reformasi pada prinsipnya merupakan gerakan untuk mengadakan suatu perubahan untuk mengembalikan pada suatu tatanan struktural yang ada karena adanya suatu penyimpangan. Maka reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem negara demokrasi bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2). Reformasi harus mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem negara hukum dalam arti yang sebenarnya sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari penguasa, serta legalitas dalam arti hukum. Oleh karena itu, reformasi sendiri harus berdasarkan pada kerangka hukum yang jelas. Selain itu, reformasi harus diarahkan pada suatu perubahan ke arah transparansi dalam setiap kebijaksanaan dalam setiap kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara karena hal tersebut merupakan manifestasi bahwa rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan untuk rakyatlah segala aspek kegiatan negara.
4.      Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan ke arah kondisi serta keadaan yang lebih baik, Perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat yang lebih baik dalam segala aspeknya, antara lain di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan beragama. Dengan kata lain, reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan harkat dan martabat .rakyat Indonesia sebagai manusia.
5.      Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang Berketuhanan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

2.5  Hasil Reformasi

Hasil Reformasi Terasa 20 Tahun Lagi.

Cendekiawan Prof Dr Nurcholish Madjid (Cak Nur) memaparkan siklus 20 tahunan dalam sejarah modern bangsa Indonesia ketika berbicara di depan mahasiswa Indonesia di Kairo, Senin malam. Menurut Cak Nur, sejarah Indonesia mempunyai siklus 20 tahunan, dimulai sejak berdirinya Boedi Oetomo 1905 yang kemudian menghasilkan Sumpah Pemuda 1928. Berdasarkan teori siklus itu, Cak Nur memprediksi bahwa buah reformasi 1998 baru akan dirasakan bangsa Indonesia 20 tahun mendatang. "Proses reformasi itu memiliki dimensi waktu. Jadi, kita akan mengetahui hasil reformasi ini 20 tahun lagi," Banyak kalanganyang menginginkan hasil reformasi secepatnya. Hal itu dianggapnya sebagai kesalah pahaman. "Padahal, proses reformasi itu berjenjang, dan sekitar 2025 baru kita mengetahui hasilnya.
Proses perkembangan sejarah Indonesia modern mulai berdirinya Boedi Oetomo pada1905 hingga munculnya tuntutan reformasi dengan jatuhnya Soeharto, Mei 1998."Boedi Oetomo merupakan pijakan awal proses berdirinya negara Indoneia modern.
Perjuangan itu melahirkan Sumpah Pemuda 23 tahun kemudian, yaitu pada 1928. Proses itu berlangsung terus hingga kemerdekaan Indonesia pada 1945, juga 23 tahun kemudian.

2.6  Pandangan Pancasila Terhadap Reformasi Pancasila Sebagai Dasar Cita-Cita Reformasi

Rumusan Pancasila sebagai dasar filosofi dan sekaligus sumber ideologi negara Indonesia sebenarnya cukup mantap secara teoretik konstitusional. Kemasan formulasi Pancasila yang singkat, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan, adalah sebuah kreasi agung yang pernah diciptakan pendiri negara ini. Namun dasar filosofi yang dahsyat ini gagal diterjemahkan untuk mencapai tujuan kemerdekaan, berupa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam perjalanan sejarah Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, nampaknya tidak diletakkan dalam kedudukan dan fungsi yang sebenarnya. Pada masa Orde Lama, terjadi pelaksanaan negara yang secara jelas menyimpang bahkan bertentangan, misalnya Manipol Usdek dan Nasakom yang bertentangan dengan Pancasila, pengangkatan Presiden seumur hidup, serta praktek-praktek kekuasaan diktator. Pada masa Orde Baru, Pancasila digunakan sebagai alat legitimasi politik oleh penguasa, sehingga kedudukan Pancasila sebagai sumber nilai dikaburkan dengan praktek kebijaksanaan pelaksana penguasa negara. Misalnya, setiap kebijaksanaan penguasa negara senantiasa berlindung di balik ideologi Pancasila, sehingga mengakibatkan setiap warga negara yang tidak mendukung kebijaksanaan tersebut dianggap bertentangan dengan Pancasila. Asas kekeluargaan sebagaimana terkandung dalam nilai Pancasila disalahgunakan menjadi praktek nepotisme sehingga merajalela kolusi dan korupsi.

Oleh karena itu, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideologi (Hamengkubuwono X, 1998: 8). Sebab, tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas, suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme, brutalisme, serta pada akhirnya menuju pada kehancuran bengsa dan negara Indonesia. Pada hakikatnya, reformasi dalam perspektif Pancasila harus berdasarkan pada nilai-nilai antara lain :

A.    Ketuhanan yang maha esa

Reformasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa berarti bahwa suatu gerakan ke arah perubahan harus mengarah pada suatu kondisi yang lebih baik bagi kehidupan manusia sebagai makhluk Tuhan. Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa pada hakikatnya adalah sebagai makhluk yang sempurna yang berakal budi, sehingga senantiasa bersifat dinamis yang selalu melakukan suatu perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, reformasi harus berlandaskan moral religius dan hasil reformasi harus meningkatkan kehidupan keagamaan. Reformasi yang dijiwai nilai-nilai religius tidak membenarkan pengrusakan, penganiayaan, merugikan orang lain, serta bentuk-bentuk kekerasan lainnya.

B.     Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab berarti bahwa reformasi harus dilakukan dengan dasar-dasar nilai martabat manusia yang beradab. Oleh karena itu, reformasi harus dilandasi oleh moral yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, bahkan reformasi mentargetkan ke arah penataan kembali suatu kehidupan negara yang menghargai harkat dan martabat manusia yang secara jelas menghargai hak-hak asasi manusia. Reformasi menentang segala praktek eksploitasi, penindasan oleh manusia terhadap manusia lain atau oleh suatu golongan terhadap golongan lain, bahkan oleh penguasa terhadap rakyatnya. Untuk bangsa yang majemuk seperti bangsa Indonesia, semangat reformasi yang berdasar pada kemanusiaan menentang praktek-praktek yang mengarah pada diskriminasi dan dominasi sosial, baik alasan perbedaan suku, ras, asal-usul, maupun agama. Reformasi yang dijiwai nilai-nilai kemanusiaan tidak membenarkan perilaku yang biadab, seperti membakar, menganiaya, menjarah, memperkosa, dan bentuk-bentuk kebrutalan lainnya yang mengarah pada praktek anarkisme. Reformasi yang berkemanusiaan pun harus memberantas sampai tuntas masalah Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), yang telah sedemikian menakar pada kehidupan kenegaraan pemerintahan Orde Baru.

C.     Persatuan Indonesia

Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan, sehingga reformasi harus menjamin tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia. Reformasi harus menghindarkan diri dari [raktek-praktek yang mengarah pada disintegrasi bangsa, upaya separatisme, baik atas dasar kedaerahan, suku, maupun agama. Reformasi memiliki makna menata kembali kehidupan bangsa dalam bernegara, sehingga reformasi harus mengarah pada lebih kuatnya persatuan dan kesatuan bangsa, dan reformasi juga harus senantiasa dijiwai asas kebersamaan sebagai suatu bangsa Indonesia.

D.    Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan

Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan karena permasalahan dasar gerakan reformasi adalah pada prinsip kerakyatan. Penataan kembali secara menyeluruh dalam segala aspek pelaksanaan pemerintahan negara harus meletakkan kerakyatan sebagai paradigmanya. Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara yang benar-benar bersifat demokratis, artinya rakyatlah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara. Oleh karena itu, semangat reformasi menentang segala bentuk penyimpangan demokratis, seperti kediktatoran (baik yang bersifat langsung maupun tidak langsung), feodalisme, maupun, totaliterianisme. Asas kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan menghendaki terwujudnya masyarakat demokratis. Kecenderungan munculnya diktator mayoritas melalui aksi massa harus diarahkan pada asas kebersamaan hidup rakyat agar tidak mengarah pada anarkisme. Oleh karena itu, penataan kembali mekanisme demokrasi seperti pemilihan anggota DPR, MPR, pelaksanaan Pemilu beserta perangkat perundang-undangan, pada hakikatnya adalah untuk mengembalikan tatanan negara pada asas demokrasi yang bersumber pada kerakyatan sebagaiman terkandung dalam sila keempat Pancasila.

E.     Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Visi dasar reformasi haruslah jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan penataan kembali dalam berbagai bidang kehidupan negara harus bertujuan untuk mewujudkan tujuan bersama sebagai negara hukum yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Oleh karena itu, hendaklah disadari bahwa gerakan reformasi yang melakukan perubahan dan penataan kembali pada hakikatnya bukan hanya bertujuan demi perubahan itu sendiri, melainkan perubahan dan penataan demi kehidupan bersama yang berkeadilan. Perlindungan terhadap hak asasi, peradilan yang benar-benar bebas dari kekuasaan, serta legalitas dalam arti hukum harus benar-benar dapat terwujudkan, sehingga rakyat benar-benar menikmati hak serta kewajibannya berdasarkan prinsip-prinsip keadilan hukum terutama aparat pelaksana dan penegak hukum adalah merupakan target reformasi yang mendesak untuk terciptanya suatu keadilan dalam kehidupan rakyat.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dalam perspektif Pancasila, gerakan reformasi merupakan suatu upaya untuk menata ulang dengan melakukan perubahan-perubahan sebagai realisasi kedinamisan dan keterbukaan Pancasila dalam kebijaksanaan dan penyelenggaraan negara. Sebagai suatu ideologi yang bersifat terbuka dan dinamis, Pancasila harus mampu mengantisipasi perkembangan zaman, terutama perkembangan dinamika aspirasi rakyat. Nilai-nilai Pancasila adalah ada pada filsafat hidup bangsa Indonesia, dan sebagai bangsa, maka akan senantiasa memiliki perkembangan aspirasi sesuai tuntutan zaman. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sumber nilai, memiliki sifat yang reformatif, artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat, yang nilai-nilai esensialnya bersifat tetap, yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.

B.     Saran

Sebagai warga negara yang berdasar pada Pancasila, diharapkan mampu memahami serta dapat mengaplikasikan Pancasila dalam kehidupan baik diri, keluarga, maupun masyarakat sekitar. Sebagai upaya dalam penegakan kehidupan pasca reformasi kita dapat menyikapi segala sesuatu dengan penuh pertimbangan dan bertindak secara dewasa.


DAFTAR PUSTAKA


Tuesday, May 12, 2015

Make a Love Letter with Java

Eemm.. iseng-iseng nih, buat love pakai java, gw buatin khusus cewek gw. Awalnya gw search2 di google jarang nemu, eh sekalinya nemu tapi ribet, jadinya gw modif deh, gw buat 7 statement pengulangan for, karna cewek gw suka angka 7. Setiap pengulangan membuat hasil reverse alias mirror alias kebalikannya deh :v. Mumpung masih muda, semangat buat nembak/godain ceweknya/gebetannya ya ≧◡≦)

Ini kodingannya bro :


Dan gini outputnya  :


















Mungkin itu aja. Gw cuma mau sharing2 aja (*^▽^*)

Wednesday, April 29, 2015

Pembinaan Kebangsaan Indonesia

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan  penulisan makalah tentang “Pembinaan Kebangsaan Indonesia” ini.
Adapun penulisan  makalah yang berjudul “Pembinaan Kebangsaan Indonesia”, telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan tulisan ini, terutama kepada orang tua penulis,serta dosen pembimbing mata kuliah Pend.Kewiraan dan Kewarganegaraan.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari segi penulisan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka, penulis membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada penulis, sehingga penulis dapat memperbaiki tulisan ini.
            Akhirnya penulis mengharapkan semoga dari tulisan tentang  Pembinaan Kebangsaan Indonesia  ini dapat menjadi bahan pembelajaran serta menjadi bahan referensi pembaca.


Depok, 29 April  2015

Penulis,






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Karakter
2.1.1 Tujuan Pendidikan Karakter Bangsa
2.1.2 Pembinaan Karakter Bangsa 
2.1.3 Nilai-Nilai Karakter
2.1.4 Strategi Pengembangan Karakter Bangsa
2.1.5 Faktor yang Mempengaruhi Karakter Bangsa
2.1.6 Revitalisasi Pembinaan Karakter Kebangsaan
2.1.7 Karakter yang Diharapkan
BAB III PENUTUP 
3.1 Kesimpulan 
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
Pendahuluan
1.1.        Latar Belakang

Pendidikan dan pembinaan karakter bangsa memiliki andil yang besar untuk memajukan peradaban bangsa agar menjadi bangsa yang semakin terdepan dengan Sumber Daya Manusia yang berilmu, berwawasan dan berkarakter. Pembentukan, pendidikan dan pembinaan karakter bangsa sangat luas karena terkait dengan pengembangan multiaspek  potensi–potensi keunggulan bangsa dan bersifat.
Pembentukan, pendidikan dan pembinaan karakter bangsa harus diaktualisasikan secara nyata untuk menjaga jati diri bangsa dan memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa Negara Kesatuan Republik Indonesia.

1.2.    Rumusan Masalah

1.      Apakah yang di maksud dengan karakter, karakter bangsa, pendidikan karakter dan pembinaan karakter bangsa serta apa tujuannya?
2.      Apa saja yang menjadi nilai-nilai dari karakter ?
3.      Strategi apa saja yang dilakukan untuk mengembangkan karakter bangsa?
4.      Apa saja yang mempengaruhi karakter bangsa?
5.      Bagaimana hasil karakter yang diharapkan ?

1.3.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mendidik dan membina serta mengembangkan karakter bangsa.
2.      Untuk memenuhi salah satu tugas tulisan Pendidikan Kewarganegaraan.



BAB II
Pembahasan

Bangsa Indonesia mendapatkan kemerdekaannya setelah berjuang melawan para penjajah berabad-abad lamanya. Pada era globalisasi saat ini, makna kemerdekaan adalah mejadi mandiri secara total. Kapasitas kemandirian ini dapat dilihat dari kemampuan negara tersebut membina keterbukaan dengan bangsa-bangsa lain didunia, berdasarkan prinsip saling melengkapi atau komplementasi, yang saling menguntungkan.
Pembinaan secara bahasa sendiri berarti  1. Proses, cara, perbuatan membina (negara dsb); 2. Pembaharuan; penyempurnaan; 3. Usaha, tindakan, dan kegiatan yg dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yg lebih baik. Maka dari itu, martabat suatu bangsa sangat ditentukan dari kemampuan bangsa tersebut membina pranata-pranata kehidupan yang memiliki engaruh besar dalam membentuk karakter bangsa yang memiliki daya saing tinggi dan berpikiran cerdas seperti pranata ekonomi dan pranata sosial-politik.
Bangsa-bangsa di dunia saat ini yang menjadi penguasa kehidupan secara gobal adalah bangsa-bangsa yang memiliki karakter tersebut di atas dengan tingkat imajinasi dan kreativitas yang tanpa batas serta bermental robust atau tahan banting.
Sebaliknya, tanpa karakter tersebut, bangsa tersebut tidak akan mampu memberikan komplementasi yang berarti pada sistem sivilisasi global dan memberikan peran pada sektor-sektor ekonomi yang bernilai tambah tinggi. Bangsa yang demikian, walaupun sarat dengan sumber daya alam akan tergusur dan hanya mampu mengembangkan sektor ekonomi dengan nilai tambah rendah, lingkungan yang semakin rusak dan secara budaya akan terjajah.
Tanpa adanya upaya dan komitmen bagi suatu bangsa untuk meningkatkan daya saingnya, maka kita sangat berisiko menjadi bangsa yang termarginalkan di era kompetisi global. Lemahnya daya saing suatu bangsa akan mengakibatkan rentannya kemandirian bangsa tersebut karena akan terjebak pada dua perangkap globalisasi atau globalisation trap yaitu perangkap teknologi atau technology trapdan perangkap budaya atau culture trap. Kedua perangkap ini umumnya dengan cepat dapat dialami oleh suatu bangsa dengan karakter yang lemah. Sebagai misal perangkap teknologi akan menjebak sebuah bangsa untuk membangun industri yang hanya berbasiskan pada lisensi atau re-alokasi pabrik tanpa adanya pembinaan kapabilitas teknologi, sehingga bangsa tersebut, meskipun tampaknya dapat memfabrikasi berbagai produk, namun esensinya proses fabrikasi itu sebenarnya hanya dilakukan pada tahapan yang relatif tidak atau kurang penting. Adapun tahapan dari proses yang lebih penting (atau sangat penting) dari proses fabrikasi tersebut masih dikuasai oleh negara asing. Sehingga pada akhirnya bangsa yang demikian aktifitas industrinya akan sangat bergantung dengan entitas asing. 
Sekarang ini setelah 62 tahun merdeka, harus diakui bahwa bangsa Indonesia telah mengalami berbagai dinamika proses transformasi karakter bangsa. Dalam kurun waktu tersebut telah cukup banyak dicapai berbagai hasil pembangunan walaupun harus diakui masih banyak beberapa kekurangan yang perlu ditingkatkan pencapaiannya khususnya terkait dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat.
Bangsa kita saat ini dihadapkan pada sejumlah paradoks terkait dengan pembangunan karakter bangsa. Di satu pihak, pembangunan bangsa ini telah mencatat sejumlah prestasi, seperti pertumbuhan ekonomi yang membaik dan hampir mencapai target 6% di tahun 2007 ini, kuota ekspor yang terus meningkat, cadangan devisa yang semakin besar dan jumlah penduduk miskin juga telah semakin berkurang. Namun di pihak lain, kita masih menghadapi sejumlah fenomena seperti kasus korupsi, saling memfitnah dalam kehidupan bernegara dan sejumlah ekses lain yang tidak mencerminkan sifat-sifat karakter unggul yang telah pernah dicontohkan oleh para pendiri bangsa ini.
Oleh karena itu merombak tatanan suatu bangsa di era globalisasi tidak cukup hanya dengan menjadikan masyarakat bangsa tersebut berada dalam tatanan pola kehidupan demokratis yang menghilangkan batas etnis, pluralitas budaya dan heterogenitas politik, akan tetapi di era knowledge based economy dituntut adanya hal yang lebih dari itu, yakni suatu tatanan masyarakat demokratis yang terus melakukan pembelajaran atau learning society dalam upaya untuk mencapai suatu peningkatan kapasitas pengetahuan yang kontinyu sehingga akan terbentuk suatu masyarakat madani yang berdaya saing ataucompetitive civil society. Inilah bentuk masyarakat yang mendukung untuk tercapainya kemandirian dan peningkatan martabat bangsa.
2.1.        Karakter
a)   Ditjen Mandikdasmen (Kementerian Pendidikan Nasional)
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,  bangsa  dan  negara.  Individu  yang  berkarakter  baik  adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat
b)   Wyne
Mengungkapkan bahwa kata karakter berasal dari bahasa Yunani “karasso” yang berarti “to mark” yaitu menandai atau mengukir, yang memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berprilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang.
Karakter adalah  nilai-nilai yang menjadi ciri khas tiap individu dan diaplikasikan dalam nilai-nilai kebaikan yang tercermin baik dalam bentuk tindakan maupun tingkah laku. Karakter merupakan ciri khas seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.

B.  Karakter Bangsa
Karakter bangsa adalah  kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik yang tecermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku  berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah dari raga seseorang atau sekelompok orang. Karakter bangsa Indonesia haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia.

C.  Pedidikan Karakter Bangsa
Pendidikan adalah usaha sadar, terencana dan terstruktur untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 
Sedangkan karakter merupakan sifat khusus atau moral dari perorangan maupun individu. Pendidikan karakter bangsa adalah usaha sadar dan terencana dalam menanamkan nilai-nilai yang menjadi pedoman dan jati diri bangsa sehingga terinternalisasi didalam diri peserta didik yang mendorong dan mewujud dalam sikap dan perilaku yang baik.

D.  Pembinaan Karakter Bangsa
Pembinaan Karakter Bangsa adalah upaya sistematik suatu negara berkebangsaan untuk mewujudkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan dasar  dan ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya dalam konteks kehidupan nasional, regional, dan global yang berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi Ipteks berdasarkan Pancasila dan dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pembinaan karakter bangsa dilakukan melalui proses sosialisasi, pendidikan dan pembelajaran, pemberdayaan, pembudayaan, dan kerja sama  seluruh komponen bangsa dan negara.

2.1.1.Tujuan  Pendidikan Karakter Bangsa
Tujuan dari Pendidikan Karakter Bangsa yaitu :
a)      Untuk menanamkan dan membentuk sifat atau karakter yang diperoleh dari cobaan, pengorbanan, pengalaman hidup, serta nilai yang ditanamkan sehingga dapat membentuk nilai intrinsik yang akan menjadi sikap dan perilaku peserta didik.
b)      Nilai-nilai yang ditanamkan berupa sikap dan tingkah laku tersebut diberikan secara terus-menerus sehingga membentuk sebuah kebiasaan. Dan dari kebiasaan tersebut akan menjadi karakter khusus bagi individu atau kelompok.
c)      Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam perjalanan perilaku seseorang. Pendidikan yang menekankan pada karakter lah yang mampu menjadikan seseorang mempunyai karakter yang baik.
d)     Pendidikan tidak hanya sekedar menghasilkan manusia-manusia yang cerdas, namun juga manusia-manusia yang berkarakter baik.
e)      Pendidikan karakter sangatlah penting untuk menjawab permasalahan bangsa saat ini. Karena pendidikan karakter mampu memajukan peradaban bangsa agar bisa menjadi bangsa yang semakin terdepan dengan SDM yang berilmu dan berkarakter.
Peran pendidikan bagi kemajuan sebuah bangsa sangat penting, untuk itu perlu adanya bimbingan dan binaan khusus bagi setiap individu atau kelompok untuk mendapatkan pendidikan yang memadai.

2.1.2.Pembinan Karakter Bangsa
Tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia dalam malaksanakan pembinaan karakter bangsa adalah:
(1)  Meningkatkan dan mengokohkan semangat religiositas bangsa.
(2)  Menambah kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(3)  Menjamin terlaksananya pluralitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
(4)  Memantapkan wawasan, rasa dan semangat kebangsaan.
(5)  Menjunjung tinggi hak asasi manusia dan hukum.
(6)  Mengembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(7)  Mengembangkan nilai dan kompetensi karakter pribadi dan bangsa.
(8)  Meningkatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan hasil yang hendak dicapai dalam pembinaan karakter bangsa adalah terciptanya masyarakat yang bersikap dan bertingkah laku secara santun berdasar Pancasila. Diharapkan agar perilaku warga negara baik dalam aspek politik, ekonomi, maupun sosial budaya mengacu pada konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila. Secara rinci dapat digambarkan bahwa pembinaan karakter bangsa tersebut untuk dapat menghasilkan warganegara yang memiliki:
a.       Keimanan dan ketaqwaan yang kuat terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama masing-masing, dan dapat bersikap secara tepat dan baik dalam menghadapi pluralitas agama yang terdapat di Indonesia.
b.      Sikap dan tingkah laku yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dengan mendudukan hak asasi manusia secara proporsional sesuai dengan konsep dan prinsip yang terkandung dalam Pancasila.
c.       Semangat kebangsaan yang tinggi, sehingga selalu menjunjung tinggi existensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepentingan pribadi dan golongan selalu diselaraskan dengan kepentingan negara-bangsa.
d.      Pengetahuan, sikap, perilaku dan kemampuan dalam menerapkan demokrasi yang bersendi pada prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila.
e.       Sikap, perilaku dan kemampuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
f.       Kesadaran untuk mengembangkan nilai dan kompetensi universal karakter warganegara.

2.1.3.Nilai – Nilai Karakter
a)      Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b)      Jujur
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
c)      Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
d)     Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
e)      Kerja Keras
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
f)       Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
g)       Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h)       Demokratis
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
i)        Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
j)        Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
k)      Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
l)        Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
m)    Bersahabat / Komunikatif
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
n)      Cinta Damai
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

2.1.4.Strategi Pengembangan Karakter Bangsa
Ada 3 pilar utama untuk mewujudkan Karakter Bangsa, yaitu:
a)   Aspek pada Tataran Individu
Nilai kehidupan diwujudkan dalam perilaku, diinternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari secara konsisten. Pendidikan karakter bangsa dimulai dengan pendidikan karakter individu.
b)   Aspek pada Tataran Masyarakat
Masyarakat adalah komunitas yang secara integral memiliki nilai yang sama, dan akan committed menerapkan nilai yang mereka anggap baik. Komunitas bisa terbentuk karena kepentingan, profesi atau tujuan bersama contohnya PGRI, PMR atau Partai Politik.
c)   Aspek pada Tataran Bangsa
Bangsa teridiri dari sekumpulan bangsa, masyarakat. Pada komunitas, baik orang atau bangsa, terjadi kontrak sosial atau perasaan kebersamaan untuk mendukung nilai-nilai luhur yang ada. Pada tataran bangsa, nilai-nilai luhur tersebut telah berhasil dirumuskan menjadi dasar negara Bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Nilai-nilai luhur tersebut adalah:
Ø  Iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Ø  Martabat Kemanusiaan
Ø  Persatuan
Ø  Musyawarah
Ø  Adil
Pengembangan Karakter Bangsa dengan Pembinaan
a)   Sosialisasi
Penyadaran semua pemangku kepentingan akan pentingnya karakter bangsa.  Media cetak dan elektronik perlu berperanserta dalam sosialisasi.
b)   Pendidikan
Formal (satuan pendidikan), nonformal (kegiatan keagamaan,kursus, pramuka dll.),  informal (keluarga, masyarakat, dan tempat kerja), forum pertemuan (kepemudaan).
c)   Pemberdayaan
Memberdayakan semua pemangku kepentingan (orang tua, satuan pendidikan, ormas, dsb.) Agar dapat berperan aktif dalam pendidikan karakter.
d)   Pembudayaan
Perilaku berkarakter dibina dan dikuatkan dengan penanaman nilai-nilai kehidupan agar menjadi budaya.
e)   Kerjasama
Membangun kerjasama sinergis antara semua pemangku kepentingan.

2.1.5. Faktor yang Mempengaruhi Karakter Bangsa
a.   Lingkungan Global
Globalisasi dalam banyak hal memiliki kesamaan dengan internasionalisasi yang dikaitkan dengan  berkurangnya peran dan batas-batas suatu negara yang disebabkan adanya peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui berbagai bentuk interaksi. Globalisasi juga dapat memacu pertukaran arus manusia, barang, dan informasi tanpa batas. Hal itu dapat menimbulkan dampak terhadap penyebarluasan pengaruh budaya dan nilai-nilai termasuk ideologi dan agama dalam suatu bangsa yang sulit dikendalikan. Pada gilirannya hal ini akan dapat mengancam jatidiri bangsa.
Berdasarkan indikasi tersebut, globalisasi dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia, terutama masyarakat kalangan generasi muda yang cenderung mudah terpengaruh oleh nilai-nilai dan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian dan karakter bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan upaya dan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tidak kehilangan kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
b.   Lingkungan Regional
Pada lingkungan regional, pengaruh globalisasi juga membawa dampak terhadap terkikisnya budaya lokal di zona negara-negara Asia Tenggara. Dampak tersebut berwujud adanya ekspansi budaya dari negara-negara maju yang menguasai teknologi informasi. Meskipun telah dilaksanakan upaya pencegahan melalui program kerja sama kebudayaan, namun melalui teknologi infomasi yang dikembangkan, pengaruh negara lain dapat saja masuk.
Perkembangan regional Asia atau lebih khusus ASEAN dapat membawa perubahan terhadap pola berpikir dan bertindak masyarakat dan bangsa Indonesia. Untuk itu, diperlukan strategi yang tepat dan sesuai agar masyarakat Indonesia dapat tetap menjaga nilai-nilai budaya dan jati diri bangsa serta generasi muda tetap memiliki kepribadian sebagai bangsa Indonesia.
c.   Lingkungan Nasional
Perkembangan politik di dalam negeri dalam era reformasi telah menunjukkan arah terbentuknya demokrasi yang baik. Selain itu telah direalisasikan adanya kebijakan desentralisasi kewenangan melalui kebijakan otonomi daerah. Namun, sampai saat ini, pemahaman dan implementasi konsep demokrasi dan otonomi serta pentingnya peran pemimpin nasional masih belum memadai. Sifat kedaerahan yang kental dapat mengganggu proses demokrasi dan bahkan mengganggu persatuan nasional.
Harus diakui bahwa banyak kemajuan yang telah dicapai bangsa Indonesia sejak lebih dari enam puluh tahun merdeka. Pembangunan fisik dimulai dari zaman orde lama, orde baru, orde reformasi hingga pasca reformasi terasa sangat pesat, termasuk pembangunan infrastruktur pendukung pembangunan yang mencapai tingkat kemajuan cukup berarti.
Kemajuan di bidang fisik harus diimbangi dengan pembangunan nonfisik, termasuk membina karakter dan jati diri bangsa agar menjadi bangsa yang kukuh dan memiliki pendirian yang teguh. Sejak zaman sebelum merdeka hingga zaman pasca reformasi saat ini perhatian terhadap pendidikan dan pengembangan karakter terus mendapat perhatian tinggi. Pada awal kemerdekaan pembangunan pendidikan menekankan pentingnya jati diri bangsa sebagai salah satu tema pokok pembinaan karakter dan pekerti bangsa. Pada zaman Orde Lama, Nation and Character Building merupakan pembinaan karakter dan pekerti bangsa. Pada zaman Orde Baru, pembinaan karakter bangsa dilakukan melalui mekanisme penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Pada zaman Reformasi, sejumlah elemen kemasyarakatan menaruh perhatian terhadap pembinaan karakter bangsa yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan.

2.1.6. Revitalisasi Pembinaan Karakter Kebangsaan
Untuk meneruskan peran protagonis yang berhasil dimainkan dengan indah oleh para pemuda pejuang di era kemerdekaan, pemuda masa kini memiliki kewajiban moral untuki meneruskan tradisi positif ini di era kemerdekaan. Kongkritnya, pemuda harus bisa menjadi tumpuan bagi terciptanya kemakmuran, kemajuan, serta kemandirian Indonesia. Menjadi dinamisator pembangunan agar bangsa Indonesia memiliki daya saing tinggi, sehingga sejajar bahkan unggul dari bangsa-bangsa lain.
Ironisnya, kenyataan yang ada tidaklah demikian. Para pemuda Indonesia saat ini seolah tidak berdaya menghadapi gempuran arus globalisasi yang dihiasi ekspansi tradisi bangsa asing. Meskipun tidak ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa semua budaya asing memberikan dampak negatif bagi generasi muda, namun jika kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin bangsa Indonesia akan kehilangan jati dirinya, sehingga akan terjebak dalam kolonialisme kontemporer, tergantung dan mudah dikendalikan bangsa lain.
Kekhawatiran ini semakin membayang di depan mata ketika melihat realitas pemuda masa kini yang pemahaman terhadap sejarah dan nilai-nilai budaya nasinalnya menurun drastis. Mereka seakan lebih bangga mengidentifikasi diri kepada bangsa lain yang lebih maju ilmu pengetahuan dan teknologinya.
Supaya realitas memprihatinkan ini segera berakhir, pemuda harus tampil di barisan terdepan dalam upaya menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman hilangnya identitas nasional. Inilah perjuangan berat yang terhampar di depan mata dan menuntut komitmen utuh dari segenap pemuda Indonesia. Agar perjuangan ini berhasil, setidaknya ada peran yang harus dijalankan oleh para pemuda yaitu :
a)   Character builder (Pembangun Karakter)
Tergerusnya karakter positif—seperti ulet, pantang menyerah, jujur, dan kreatif—yang  dibarengi tumbuhnya karakter negatif seperti malas, koruptif, dan konsumtif di kalangan masyarakat Indonesia, menuntut pemuda untuk meresponnya dengan cepat dan cerdas. Mereka harus menjadi pioner yang memperlihatkan kesetiaan untuk memegang teguh kearifan lokal seperti yang dicontohkan pemuda generasi terdahulu.
b)   Caharacter Enabler (Pemberdaya Karakter)
Pembangunan karakter bangsa tentunya tidak cukup jika tidak dilakukan pemberdayaan yang berkesinambungan. Oleh sebab itu, pemuda harus memiliki tekad untuk mejadi role model dari pengembangan karakter bangsa yang positif.
c)   Character engineer (Perekayasa Karakter)
Peran ini menunut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran. Pasalnya, pengembangan karakter positif bangsa menunut adanya modifikasi dan rekayasa yang tepat sesuai dengan perkembangan zaman.

2.1.7. Karakter yang Diharapkan
Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan. Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut.
a)  Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotic.
b)  Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif,  ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif.
c)  Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.
d)  Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.



BAB III
Penutup

3.1. Kesimpulan

Negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai dan beragam suku dan bangsa, agama, budaya dan bahasa. Jika kita sebagai warga negara dan generasi penerus bangsa ingin mempertahankan Indonesia tetap sebagai NKRI yang utuh kita harus menjaga persatuan dan kesatuan serta membudayakan dan menjaga kredibilitas karakter bangsa dari arus globalisasi yang mendunia dan tanpa kenal batas. Mempertahankan jati diri dan karakter bangsa merupakan cerminan sikap yang menjadi identitas bangsa yang dapat melahirkan manusia-manusia yang berkarakter baik, memajukan peradaban bangsa kita semakin terdepan dengan SDM yang berilmu dan berkarakter.
Mengingat penting dan luasnya cakupan pembinaan karakter bangsa dalam rangka menjaga identitas bangsa dari kegoyahan arus globalisasi, serta menjadikan masyarakat berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berjiwa persatuan Indonesia, berjiwa kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka diperlukan komitmen dan dukungan dari lembaga penyelenggara negara, dunia usaha dan industri, masyarakat, media massa dan pemangku kepentingan lainnya untuk menyusun  program kerja dan mengkoordinasikan dengan pihak terkait agar terjadi sinergi yang kokoh untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik.




DAFTAR PUSTAKA


      Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa, oleh Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, 2010